Sudahkah kita menghargai diri kita sendiri?

IMMawati Agustina D. Sholekha

(Ketua bidang Riset Pengembangan Keilmuan IMMPsyUAD 2016/2017)

            Setiap orang menginginkan dirinya menjadi orang yang bermartabat dan berguna bagi dirinya sendiri, keluarga dan orang lain. Manusia pada hakekatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Namun, banyak hal yang membuat seseorang menganggap dirinya kurang berhasil dan iri terhadap pencapaian orang lain. Hal ini dikarenakan kita sering memusatkan diri pada apa yang kita inginkan bukan pada apa yang kita miliki dan selalu melihat kepada orang lain bahwa mereka mendapat limpahan banyak nikmat. Hal yang membanding-bandingkan tersebutlah yang membuat kita menjadi iri dan membuat kita merasa tidak bahagia.

            Kebahagiaan itu memang merupakan hal yang subjektif, bergantung bagaimana masing-masing orang memaknai dan merasakannya. (Bastman, 2007) mengatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran dari usaha menjalankan kegiatan-kegiatan yang bermakna. Segala aktivitas dalam kehidupan manusia memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam suatu penderitaan atau kepedihan sekalipun.

            (Bastman, 2007) mengatakan diantara berbagai pandangan psikologi, tampaknya logoterapi yang paling langsung berbicara tentang dambaan utama manusia untuk meraih hidup bermakna. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.

            Eksistensi manusia menurut logoterapi ditandai dengan kerohanian (spirituality), kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility).  Ada tiga asas utama logoterapi, yaitu: pertama hidup itu tetap memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, kedua setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya, ketiga setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap. Maksudnya, jika kita tidak mungkin mengubah suatu keadaan, sebaiknya kita mengubah sikap atas keadaan itu agar kita tidak terhanyut secara negatif oleh keadaan itu (Bastman, 2007).

            Hal ini sesuai dengan ayat yang terdapat dalam QS. Ar-Ra’ad ayat 11, yang berbunyi:

     إنَّ اللهَ لا يُغَيّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّى يُغَيّرُوْا مَا بِأنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’ad ayat 11)

Dalam ayat tersebut kita juga dapat mengambil makna bahwa Allah tidak akan merubah, sebelum ada perubahan dari dalam diri kita. Pada hakikatnya inti dari setiap perjuangan hidup adalah mengusahakan agar hidup senantiasa berarti bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan agama.

Dalam setiap keadaan, termasuk dalam kesedihan sekalipun kehidupan ini selalu mempunyai makna. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama bagi setiap orang. Manusia memiliki kebebasan dan tanggungjawab pribadi untuk memilih dan menentukan ingin menjadi apakah ia serta memenuhi makna dan tujuan hidupnya.

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempuna, berbagai ayat dalam al-Qur’an menjelaskan tentang kesempurnaan penciptaan manusia. Kesempurnaan penciptaan manusia itu kemudian semakin “Disempurnakan” oleh Allah dengan mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi yang mengatur alam dan menaburkan keselarasan hidup ke penjuru alam serta memberdayakan ciptaanNya agar bermakna.

Pada hakikatnya semua manusia memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Membuat dirinya menjadi manusia yang bermakna adalah tergantung dari diri kita masing-masing mencari kebermaknaan hidup agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah, bersikap optimis dan bersemangat untuk mencapai tujuan hidup. Makna hidup harus ditemukan dan hidup yang bermakna harus benar-benar secara sadar dijadikan tujuan dan diperjuangkan untuk membuat hidup kita menjadi lebih bermakna.

 

 

Refrensi

Bastman, H. D. (2007). Logoterapi psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada