IMM Membangun Masyarakat Egaliter Dengan Pemberantasan Kapitalisme Dalam Bingkai Pergolakan Peradaban

IMMawati Widya Miftahul Hasanah
(Sekertaris Bidang Hikmah IMMPsyUAD 2017/2018)

Pergolakan dan Tantangan Peradaban 21

            Memasuki abad 21 artinya memasuki zaman yang terbuka, transparan, dan mengglobal. Berbagai tantangan zaman menjadi lebih kompleks, dinamis, dan penuh tuntutan. Masyarakat dituntut lebih cerdas, peka dengan informasi, dan sanggup menghadapi gempuran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang lebih dinamis. Kemajuan teknologi menjadi gambaran umum peradaban yang didominasi kaum millenials atau generasi Z ini. Sistem perekonomian juga semakin transparan dengan dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bagi sepuluh negara di Asia Tenggara. Tingkat urbanisasi masyarakat desa ke kota yang tidak menunjukkan penurunan, membuat tatanan sosial semakin dinamis. Tidak dielakkan lagi, peradaban 21 adalah zaman dengan komplekstisitas yang tinggi.

            Dengan berbagai tantangan yang lebih global serta kemajuan diberbagai bidang, dampak negatif pun juga turut mewarnai peradaban ini. Degradasi sosial, perilaku amoralitas yang tidak terbendung, isu-isu politik dan agama, ketimpangan ekonomi serta permusuhan antar golongan adalah pergolakan yang sering terjadi. Bahkan isu-isu intoleransi serta adanya gerakan makar masih saja menjadi ancaman kebangsaan.

            Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2015 presentase jumlah penduduk miskin dan garis kemiskinan di Indonesia mengalami peningkatan. Dari 27,73% pada tahun 2014 menjadi 28,59%. Padahal kemajuan peradaban seharusnya membuat perekonomian dan ketimpangan pendapatan semakin membaik. Dampak terobosan kemajuan pengetahuan dan teknologi juga semakin berat. Arus informasi juga menjadi lebih cepat. Salah satu tantangan era globalisasi ini adalah dengan kemajuan teknologi dan informasi, masyarakat justru mudah terbawa arus hedonisme, cepat terprovokasi dan tersulut kebencian hanya dengan berita-berita tidak benar yang disebar oleh oknum-oknum tertentu. Untuk itu, masyarakat memang sangat dituntut untuk lebih cerdas dalam mengikuti kemajuan arus globalisasi.

            Pergolakan memang akan selalu ada dalam perkembangan zaman. Bahkan Muhammad Quthub dalam bukunya Integritas Individu dan Sosial mengatakan bahwa pergolakan adalah tabiat alam. Memang, pergolakan tetap saja merupakan hakikat zaman. Pergolakan adalah unsur pembawaan dan sangat penting. Pergolakan juga menguji derajat keintelektualitasan generasi. Artinya, pergolakan ada untuk diselesaikan dan menciptakan keseimbangan kehidupan. Kaum millenials dituntut untuk progresif dalam mengikuti perkembangan zaman dan mengatasi pergolakan.

Kapitalisme dalam Tubuh Pembangunan

            Sistem kapitalisme adalah anak dari liberalisme. Kapitalisme memang berhubungan erat dengan sistem industri dan ekonomi. Indonesia tidak terelakkan akan tergempur arus kapitalisme juga. Walaupun arus kapitalisme di Indonesia tidak semakmur barat, namun seiring perkembangan waktu dan pengaruh dari luar, kepitalisme akan menyentuh sistem perekonomian Indenesia juga. Sistem ekonomi kapitalisme tidak hanya di perkotaan saja, hampir di desa pun juga ada. Sebagai contohnya adalah Kabupaten Temanggung yang sebagian besar penduduk adalah petani tembakau. Tembakau kretek adalah sumber penghasilan, kemakmuran dan kekayaan di kabupaten tersebut. Setiap bulan Agustus dan September, perputaran keuangan menjadi lebih cepat.

            Namun sistem industri rokoknya, hampir mirip dengan sistem perekonomian kapitalisme. Petani tembakau menanam dan mengolah tembakau selama berbulan-bulan lalu dijual kepada perusahaan rokok. Pegawai perusahaan bekerja hanya sembilan jam perhari, sedang petani tembakau hampir 24 jam. Siang hari memanen di sawah, lalu malam hari mengolahnya. Pegawai perusahaan mendapat jatah makan disiang hari, sedang petani tembakau berbeda. Namun penghasilan pegawai perusahaan hampir sama bahkan lebih tinggi dibanding petani tembakau. Secara tidak sadar, penerapan sistem kapitalisme sudah menjangkit di pedesaan. Lalu apa sebenarnya dampak dari sistem kapitalisme? Kenapa stigma kapitalisme buruk?

            Sejarah kepitalisme di Indonesia adalah buah dari sistem penjajahan kolonial Belanda. Contohnya sistem kerja paksa dan pengurasan kekayaan alam Indonesia. Pada masa orde baru, saat rezim Soeharto mengalami keterpurukan ekonomi, pemerintah menerapkan kebijakan sistem ekonomi kapitalisme untuk menanggulanginya. Soeharto membuat kapitalisme di Indonesia semakin kuat dengan pembangunan besar-besaran agar investor asing tertarik untuk menanamkan modal di Indonesia. Tatanan orde baru, membuat kapitalisme tumbuh dan berkembang dalam tubuh pembangunan Indonesia. Namun perkembangan perekonomian dengan sistem kapitalisme berakhir pada inflasi yang tinggi dan hutang luar negeri meningkat. Berakhirnya orde baru, kapitalisme di Indonesia tumbuh dengan sendirinya.

            Kapitalisme di Indonesia akan semakin maju dengan disahkannya pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sistem MEA adalah liberalisme pasar dagang. Ainur Rofiq dalam bukunya Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan menyatakan tantangan Indonesia menghadapi MEA akan semakin nyata jika sistem belum optimal dari segi daya saing industri, produksi dan integrasi ekonomi, dan perdagangan. Sementara sistem perdagangan masih mengalami defisit neraca perdagangan yang menunjukkan bahwa perekonomian masih belum kompetitif dalam pasar ekspor. Tantangan akan semakin nyata juga karena produk China sudah membanjiri pasar. Akibatnya beberapa industri mulai kesulitan. Kesiapan perdagangan dan perekonomian menjadi hal yang butuh perhatian. Pemerintah harus menyiapkan langkah yang serius dalam menghadapi MEA sebelum angka kemiskinan meningkat.

            Meskipun perkembangan perekonomian Indonesia semakin maju, namun dampak negatif dari praktik kapitalisme adalah timbulnya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek penyelewengan oleh oknum tertentu. Fenonema kapitalisme melahirkan kelas-kelas sosial yang tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan, pancasila dan Islam. Islam mengajarkan penyetaraan sosial dan keegalitarianisme. Pembangunan masyarakat madani harus berlandaskan agama, egalitarianisme dan perubahan sosial.

Penghapusan Kapitalisme dengan Semangat Egalitarian

           Masyarakat Muslim yang mencoba membangun keidealan agama dalam kehidupan sosial akan membangkitkan semangat egaliterian Islam sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW. Rasulullah dahulu hanya ingin dipanggil Muhammad bin Abdullah. Namun masyarakat menolak dan tetap memanggil beliau Nabi Muhammad. Hal itu adalah contoh bahwa egalitarianisme telah ada dalam Islam. Dalam buku Masyarakat Egaliter oleh Louis Marlow mengatakan bahwa di Irak, ketidakpuasan Muslim Arab terhadap tumbuhnya perbedaan kekayaan dan kekuasaan sering disertai dengan kebencian terhadap budaya aristokrasi Persia yang masih bertahan. Dalam hal ini, dikatakan bahwa Umar dan Ali melarang atau tidak menyetujui kebiasaan kelas atas orang-orang Persia.

            Egalitarianisme dalam Islam akan membangun implikasi kehidupan sosial yang kuat dan hangat. Kesetaraan sosial dalam kehidupan mampu menggempur pergolakan sosial dan degradasi yang timbul. Egaliterianisme mengajarkan kesetaraan sosial dan penghapusan stratifikasi derajat sosial. Dalam sistem kapitalisme Amerika, kelas-kelas sosial masyarakat akan sangat kentara. M.Dawam Rahardjo mengatakan Amerika akan timbul upaya untuk membedakan golongan-golongan masyarakat secara hierarkis, dengan tekanan, melihat ketidaksamaan atau kepincangan sosial karena perbedaan tingkat pendapatan, pembagian kekayaan, jenjang kekuasaan, prestise, umur, dan etnisitas. Dengan cara ini tidak lagi dilakukan analisis kelas, melainkan stratifikasi yang menghasilkan strata-strata dalam masyarakat.

Generasi Muda IMM Membangun Semangat Egalitarian dalam Menggempur Kapitalisme

            Generasi muda mahasiswa Muhammadiyah yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) harus ikut turut peran menyumbangkan sumbangsihnya menghadapi pergolakan terutama kapitalisme dan ketimpangan sosial. Ada tiga kompetensi dasar yang harus diimplementasikan mahasiswa Muhamaddiyah. Yakni Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas. Tiga kompetensi dasar ini, berguna dalam menyelesaikan permasalahan zaman melalui pengimplementasiannya. Pergolakan dan tantangan global harus diselesaikan dengan kepekaan sosial, keintelektualitasan, dan kereligiusitasan dalam bingkai kemuhammadiyahan.

            Nilai humanitas menjadi sentral dalam membangun masyarakat egaliter. Nilai kemanusiaan harus dibangun diatas pondasi tiga kompetensi dasar ini. IMM mengembangkan intelektual muda dengan rasa kemanusiaan dan tetap berlandaskan keislaman. Dalam berperan membangun semangat egalitarian, mahasiswa IMM dituntut untuk mampu melebur dalam masyarakat dan ikut turut serta membangun. IMM harus menghapus stigma superioritas dalam tubuh organisasi dan mempersiapkan diri menghadapi pergolakan terutama kapitalisme. Membangun semangat egaliter salah satunya dengan implementasi sehari-hari. Dengan menyetarakan diri dalam kehidupan masyarakat dan ikut menjawab problematika yang terjadi. Dalam menghapus kapitalisme, mahasiswa IMM harus mendukung dan membangun perekonomian menengah ke bawah dan tidak terbawa arus hedonisme yang sering menjangkit mahasiswa yang tidak sesuai dengan keislaman. Misalnya dengan memilih memajukan pasar tradisional dan kesederhanaan dalam sehari-hari.

            Kapitalisme dapat menciptakan sistem stratifikasi sosial yang dapat menimbulkan berbagai pergolakan dan degradasi dalam tubuh masyarakat, sedang IMM adalah organisasi mahasiswa Muhammadiyah yang mengenal nilai kemanusiaan, melek intelektual dan mengimplementasikan nilai keislaman. Dengan begitu, IMM harus menjawab permasalahan sosial dengan membangun masyarakat egaliter yang tidak mengenal kelas sosial sebagai wujud masyarakat islam yang progresif.

 

 

Referensi

Quthub, Muhammad. 1991. Integritas Individu dan Sosial. Jawa Tengah: Pustaka Mantia.

Rahardjo, M. 1999. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan     Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.

Rofiq, Ainur. 2014. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan. Jakarta: Republika.

Marlow, Louise. 1997. Hierarchy and Egalitarianishm in Islamic Thought. Cambridge: Cambridge University Press.