Berorganisasi Penghambat atau Pendukung Pendidikan

Anadian, Arif, Izzudin, & Nur Azmi

PK IMM Fakultas Psikologi 2020-2021

(Kabid Hikmah, Kabid RPK, Sekbid Hikmah, & Sekbid Kaderisasi)

 

Mahasiswa merupakan salah satu generasi bangsa yang akan menjadi tonggak awal dalam kemajuan bangsa. Dasar pendidikan di Indonesia tertuang di dalam undang-undang dasar 1945 alinea ke -4 yang berbunyi, “Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Berdasarkan pada hal tersebut sudah sepatutnya untuk turut andil berkontribusi dalam memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia dalam ranah perguruan tinggi.

Perguruan Tinggi merupakan wadah yang memfasilitasi mahasiswa untuk menimba ilmu, mengeksplore, berkarya, serta mengasah kemampuannya. Dalam perguruan tinggi juga menyediakan mahasiswa untuk mengembangkan softskill sesuai dengan minat mereka masing-masing, disamping menyediakan sarana perkuliahannya. Selain kegiatan belajar mengajar, dalam perguruan tinggi juga terdapat banyak organisasi yang bisa mahasiswa ikuti. Organisasi kemahasiswaan merupakan wadah bagi mahasiswa dalam mengembangkan kapasitas kemahasiswaannya untuk melatih mental kita agar lebih kuat dan percaya diri, kemampuan untuk bekerja sama, leading, komunikasi, manajemen resiko, dan lain-lain. Dalam bentuk aspirasi, inisiasi, atau gagasan positif dan kreatif melalui berbagai kegiatan yang berhubungan dengan tujuan pendidikan nasional, serta visi misi, suatu perguruan tinggi itu sendiri secara organisatoris. Organisasi pada tingkat perguruan tinggi terbagi menjadi dua yaitu organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi intra kampus yang sering kita dengar dengan istilah Trias Politica, seperti kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), kekuasaan legislative yang dipegang oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), dan kekuasaan yudikatif yang dipegang oleh Mahkamah Konstitusi Mahasiswa Universitas (MKMU). Sedangkan, organisasi ekstra kampus seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), HMI, KAMMI, GMPI, PMII, dll.

Keberadaaan organisasi sengat membantu mahasiswa dalam mengembangkan potensi mereka. Akan tetapi, hal yang sering terjadi justru malah sebaliknya. Banyak dari mahasiswa yang justru menyepelekan tugas utamanya untuk menuntut ilmu di dalam kelas. Tidak sedikit mahasiswa yang melakukan kecurangan di dalam praktik pendiidkan seperti, tidak mengikuti kegiatan perkuliahan (membolos), tidak mengerjakan tugas, mencontek, plagiarism, serta adanya budaya titip presensi. Padahal hal-hal tersebut merupakan bentuk lain dari korupsi.

Mahasiswa yang menjadi aktivis organisasi diharapkan mampu menjadi contoh yang baik teman-teman lainnya. Sebab, ketika kita siap untuk terjun dalam organisasi, diterima dalam organisasi tersebut, berarti kita dinilai telah siap untuk menjalankan tanggung jawab tambahan tersebut. Kewajiban seorang mahasiswa yaitu belajar, kemudian berdouble peran menjadi aktivis dalam organisasi dituntut untuk bisa memanage segalanya dengan baik. Karena peran ganda tersebut bukanlah menjadi alasan untuk mahasiswa menomor sekiankan pendidikan. Banyak dari mahasiswa yang lebih memilih terlibat dengan menjadi seorang aktivis yang aktif mengikuti serta menggelar aksi dijalan raya dengan dalih sebagai penyambung lidah masyarakat. Menuntut keadilan merupakan halyang lumrag terjadi di kalangan mahasiswa, namun bentuk keadilan dari mahasiswa itu sendiri sebagai pelaksana dalam system pendidikan sering kali diabaikan.

Mari kita tilik menurut pandangan dari Bapak Hidayat, S.Psi, M.Psi.,psikolog, mengenai hal-hal yang melatarbelakangi mengapa mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi. Kita dapat melihat dari tujuannya, ada mahasiswa yang ikut organisasi dengan tujuan untuk melatih softskillsnya serta mental dirinya. Jadi softskill dilatih, hardskill diutamakan,dan tetap mementingkan akademiknya. Ada juga mahasiswa yang memilih menjadi aktifis organisasi, sebagai bentuk pengalihan karena merasa kurang mampu untuk perfome dalam akademiknya. Jadi solusi yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, kembalikan lagi pada qolbun niatnya, orientasi tujuannya. Karena sesuatu kita mulai dengan niat. Luruskan kembali tujuan dan niat kita, apa tujuan kita untuk mengikuti organisasi tersebut, kemudian manajemen waktu agar semuanya berjalan selaras tidak chaos. Sehingga dapat memunculkan self awerness pada dirinya terhadap tanggung jawabnya, terhadap target yang dicapai, serta tidak melupakan akademiknya.